Ulama berbeda pendapat, apakah ayah atau sadara yang kafir, bisa menjadi mahram bagi wanita muslimah, ataukah bukan mahram. Ada dua pendapat dalam hal ini,
Pertama, ayah atau saudara atau paman yang kafir, atau siapapun yang memiliki hubungan kemahraman dengan seorang wanita, tidak bisa menjadi mahram bagi wanita muslimah. Karena diantara yang harus dipastikan bagi mahram adalah dia bisa memberikan keamanan bagi seorang muslimah. Sementara orang kafir, tidak tahu aturan, sehingga jika dia berduaan bersama wanita muslimah, lelaki itu bisa membahayakan dirinya. Baik dipaksa untuk kafir atau paksaan yang membahayakan agamanya.
Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama hambali. Hanya saja, penghilangan status mahram yang dimaksud dalam madzhab hambali adalah status mahram yang membolehkan berduaan. Namun jika sebatas melihat aurat muslimah mahramnya, diperbolehkan.
Al-Hafidz Ibu Hajar mengatakan,
واستثنى أحمد ممن حرمت على التأبيد مسلمة لها أب كتابي فقال: لا يكون محرماً لها، لأنه لا يؤمن أن يفتنها عن دينها إذا خلا بها
Imam Ahmad memberi pengecualian, bentuk mahram yang abadi, tidak
termasuk di dalamnya, seorang muslimah yang orang tuanya ahli kitab.
Kata Imam Ahmad, “Lelaki itu tidak bisa menjadi mahram bagi putrinya
muslimah. Karea tidak bisa dijamin dia tidak membahayakan agama wanita
itu, ketika mereka berduaan.” (Fathul Bari, 4/77)Keterangan lain disampaikan ar-Ruhaibani – ulama hambali -,
تنبيه: ولا تسافر مسلمة مع أبيها الكافر، لأنه ليس محرماً لها في السفر، نصا، وإن كان محرماً في النظر.
Catatan: Seorang muslimah tidak boleh melakukan safar bersama ayahnya
yang kafir. Karena ayah yang kafir ini bukan mahram baginya ketika
safar. Sebagaimana keterangan Imam Ahmad. Meskipun dia mahram sebatas
boleh melihat tidak berhijab. (Mathalib Ulin Nuha, 5/13).Kedua, ayah atau saudara atau paman yang kafir, bisa menjadi mahram bagi wanita muslimah. Karena selama hubungan mahram itu ada, mereka bisa menjadi mahram termasuk dalam safar. Masalah dia tidak aman, itu tidak menghilangkan status mahram. Dan itu lebih bersifat masalah mental. Sebagaimana ada orang muslim yang bersikap jahat kapada mahram muslimah.
Kecuali jika mahramnya beragama majusi. Tidak boleh jadi mahram. Karena mereka meyakini boleh berhubungan dengan mahram. Ini merupakan pendapat jumhur ulama.
As-Sarkhasi mengatakan,
ويستوي أن يكون المحرم حراً أو مملوكاً مسلماً أو كافراً
لأن كل ذي دين يقوم بحفظ محارمه؛ إلا أن يكون مجوسياً فحينئذ لا تخرج معه
لأنه يعتقد إباحتها له فلا ينقطع طمعه عنها، فلهذا لا تسافر معه، ولا يخلو
بها
Baik mahram itu orang merdeka, budak, muslim maupun kafir, semuanya
sama saja. Karena setiap orang yang memiliki agama, dia akan menjaga
mhramnya. Kecuali yang beragama majusi. Muslimah tidak boleh keluar
bersamanya, karena dia meyakini bolehnya berhubungan dengan mahram,
sehingga tidak akan menghalangi syahwatnya dari mahram. Karena itu,
tidak boleh melakukan safar dengan mahram majusi atau berduaan denganya.
(al-Mabsuth, 4/199)Sepakat Kecuali Majusi
Ulama sepakat, majusi sama sekali tidak bisa menjadi mahram wanita. Karena mereka berkeyakinan halalnya berhubungan dengan mahram. Ibnu Qudamah mengatakan,
ولا ينبغي أن يكون في المجوسي خلاف ؛ فإنه لا يؤمن عليها ، ويعتقد حلها
Tidak selayaknya ada perbedaan untuk larangan mahram bagi majusi.
Karena wanita muslimah tidak terjamin aman bersamanya. Mereka meyakini
halalnya mahram. (al-Mughni, 5/34)Pendapat yang tepat dalam hal ini adalah pendapat jumhur. Bahwa sebatas non muslim, tidak menghilangkan statusnya sebagai mahram. Kecuali jika non muslim ini dikenal memiliki akhlak yang tidak bisa menjaga kehormatan wanita atau dihawatirkan tidak aman bersamanya. Dalam kondisi ini, dia tidak boleh menyertai wanita sebagai mahram dalam safar, atau berduaan dengannya.
0 Response to "Kerabat Non Muslim bisa Jadi Mahram?"
Post a Comment